Beberapa minggu kebelakang saya dan istri mendadak menjadi ObGyn hunter karena KEBT yang diderita istri saya, sebagai gambaran kami belum pernah sama sekali berurusan dengan hal-hal seperti ini pada awalnya, hanya modal googling kanan kiri dan tekad yang kuat. Setelah mengalami beberapa hari up and down, pressure dan pengalaman berharga, maka setidaknya dengan informasi ini saya dapat membantu para calon ibu dan bapak ketika mereka mengalami kejadian serupa yang pernah saya alami.

Ada 4 dokter yang sudah kami datangi. Diantaranya adalah Dr. Wiryawan Permadi, dr., Sp. OG (K), Yena M. Yuzar, dr., Sp.OG, dr Maximus Mudjur SpOG dan dokter dr. Adrian Nanere, Sp.OG. Setiap dokter punya rate kepribadian masing-masing ada yang sudah mendapat gelar doktor tapi (menurut saya) kurang komunikatif, ada yang komunikatif dan juga pintar, ada yang menentramkan jiwa karena cara pengobatannya holistik ada juga yang normal-normal saja tapi kurang tepat menegakkan diagnosa. Baiklah, mari kita mulai dengan.

Dr. Wiryawan Permadi, dr., Sp. OG (K)


RSIA Limidjati / Rp 350.000,-


Beliau dokter pertama yang saya datangi informasi kami waktu itu kurang dan langsung mendatangani dokter yang available saat itu, sebagai gambaran dokter ini usianya sudah lumayan berpengalaman. Beliau juga dipercaya menjadi salah satu dokter di unit infertility Bandung Fertility Centre biasa disingkat BFC. intermezzo BFC ini terletak di lantai paling atas kalau saya tidak salah lantai 5. Oh iya beliau sudah bergelar doktor, namun entah mengapa saya bersama istri kurang cocok dengan beliau.

Pertama karena beliau tidak banyak berbicara, dan ketika kami masuk beliau sibuk bermain HP, memang ketika kami duduk setelah dipersilahkan beliau beliau juga meletakkan HP-nya. Yang paling kami tidak tahan adalah beliau cenderung diam. Dan setelah periksa kanan periksa kiri beliau menyuruh kami cek beta HCG dan kembali 2 minggu lai, sudah thats it. Padahal keluhan istri saya bukan saja dia hamil tapi perut yang melilit dan keluar flek yang banyak. Konklusi dari beliau hanya sekedar, ibu belum tentu hamil dan harap tes beta HCG.

Kami memberikan penilaian untuk konsultasi kehamilan 2/5, dan untuk kemampuannya karena dokter Yena (yang nanti akan saya jelaskan selanjutnya) mereferensikan dia untuk mengambil keputusan saya beri 4/5

Yena M. Yuzar, dr., Sp.OG


RSIA Limidjati / Rp 350.000,-


Setelah kami googling lagi kanan-kiri untuk dokter favorit di limidjati kami banyak mendapat informasi bahwa dokter Yena lah orangnya. Harap dicatat favorit ini bukan berarti paling tinggi ya ilmunya. Menurut saya dan istri (yang juga dokter gigi) dokter tidak cukup hanya dengan status pintar, cara dia berkomunikasi, gesture tubuh harus comforting. Kenapa? karena kita datang untuk berkonsultasi bukan untuk keadaan gawat darurat, kita bayar tanpa disubsidi dan yang terpenting memang sudah seharusnya dokter bersikap seperti itu, no excuse.

Dengan alasan diatas akhirnya kami memutuskan menjadwalkan appointment dengan beliau, benar saja antriannya lama sekali, hampir sekitar 2,5 jam kami menunggu. Tapi tidak apa-apa, demi mendapatkan jawaban apa yang dialami istri saya 2,5 jam ujian yang cukup enteng. Setelah nama istri dipanggil kami langsung masuk ke ruangan mereka, yang saya heran ternyata untuk dokter Yena ini ada bagian cashiernya sendiri dan buku kehamilan yang beliau beri juga bukan bertuliskan RSIA Limidjati, namun nama beliau sendiri. Okelah mungkin beliau punya bargain lebih ke rumah sakit sehingga beliau diberikan keleluasaan untuk branding namanya sendiri.

Selama pemeriksaan beliau sangat informatif, ramah dan cepat tanggap. Berdasarkan ciri ciri seperti flek, perut melilit dan tidak ditemukannya kantong janin beliau langsung mencurigai ini kehamilan ektopik, AKAN TETAPI beliau tidak berani mengambil keputusan lebih lanjut. Beliau menyuruh kami untuk datang lagi 1 minggu lagi untuk berkonsultasi ke Dr. Wiryawan, nah lo? Balik lagi ke Dr. Wiryawan, baru disini saya menyadari ternyata Dr. Wiryawan termasuk orang yang dipandang di RS ini.

Saya dan istri sepakat untuk memberikan nilai 5/5 untuk kemampuan berkomunikasinya dan 3/5 untuk pengambilan keputusan.

dr. Adrian Nanere, Sp.OG


RS Santo Yusup / Klinik Jl. Ahmad Yani / Rp 150.000,- sudah sama obat


Yang ketiga adalah dr Adrian. Beliau praktek di RS Santo Yusup dan di klinik di jl. Ahmad Yani, saya lupa nama kliniknya apa. Beliau cukup ramah dan komunikatif, namun sayang di kasus istri saya ini beliau kurang peka untuk mendiagnosa kalau istri saya KEBT. Di pandangan beliau istri saya hanya keguguran biasa.

Tentu hal ini sangat krusial, dikarenakan jika saja istri saya ternyata terlambat untuk didiagnosa KEBT mungkin saja detik ini tuba falopi-nya sudah diangkat. Hal ini tentu sangat menyedihkan dan berdampak sangat berat bagi seorang wanita. Walaupun beliau menyarankan untuk periksa 2 minggu lagi tapi bagi kami hal tersebut bisa sangat berbahaya.

Saya akan mempertimbangkan beliau untuk kehamilan yang normal, sekedar check mingguan nantinya karena sangat dekat dengan apartment saya dan murah.

Saya dan istri sepakat untuk memberikan nilai 4/5 untuk kemampuan berkomunikasinya dan 2/5 untuk pengambilan keputusan.

dr. Maximus Mudjur, Sp.OG


RS Boromeus / Praktek Pribadi di Jl. Cilaki / Rp 300.000,-


Beliau Yang terakhir saya datangi di hari yang sama sebagai second opinion dari dr Adrian. Jujur saja dr Maximus agak nyentrik orangnya, tapi diluar itu saya dan istri berhutang budi kepadanya. Begitu kami duduk di ruang periksa beliau langsung mencurigai bahwa ini KEBT dan harus segera diambil tindakan reconfimasi. Karena USG RS Boromeus sudah tutup pada jam tersebut, maka kami disarankan untuk datang pagi-pagi sekali kesana.

Esoknya kami datang pagi dan bertemu dengan dr Louis kalau saya tidak salah bermodal surat rujukan dari dr Max. Siang itu dr Louis memberikan surat rekomendasi tindakan dan dr Maximus langsung mengambil tindakan dengan menyuntikan MTX ke istri saya. 5 hari setelahnya beta HCG istri saya mulai gradully menuruh dari 2900 menjadi 500 dalam sepekan. Sampai tulisan ini ditulis saya masih menunggu beta HCG dibawah 5 dan 2 kali siklus haid, yang berarti pengobatan telah berhasil.

Banyak kasus seperti ini yang berakhir dengan operasi laparoscopy. Dimana perut disayat kecil sehingga meminimalkan terjadinya kerusakan pada tuba falopi. Banyak juga yang langsung main cabut tuba, ini yang sangat berbahaya. Untungnya dr Max pro natural, dimana beliau sebisa mungkin mengobati pasien tidak menggunakan obat dan jangan sampai masuk ke meja operasi. Beliau sangat sangat (saya tulis dua kali sangat) concern dengan pengobatan secara holistik. Dimana pengobatan yang tidak hanya dari sisi medis saja tapi dari sisi mental dan ketuhanan (sebagai catatan agama saya berbeda dengan beliau tapi saya sangat menghargai beliau dan setuju dengan apa yang beliau maksud walauapun kami tidak satu tuhan).

Saya sangat menyarankan beliau untuk cek hamil pertama kali berdasarkan pengalaman saya. Untuk program hamil-nya saya belum bisa menyarankan karena program hamil beliau cukup nyentrik yaitu hanya menjaga diet makanan kita (ya kita akan diberikan pantangan) menjaga kadar stress dan menjaga kesehatan.

Saya dan istri sepakat untuk memberikan nilai 4/5 untuk kemampuan berkomunikasinya dan 5/5 untuk pengambilan keputusan.

Mudah-mudahan tulisan saya ini bisa membantu (calon) ibu dan (calon) bapak sekalian dalam memilih dokter Ob Gyn di Bandung.