Kehamilan ektopik, apa itu dok? Pecah seketika perasaan saya, berusaha untuk lebih tahu sambil mencondongkan badan lebih ke depan. Untuk tahu lebih lanjut, saya akan bercerita lebih mundur kebelakang. Siang itu hari minggu kami berdua sekedar jalan saja untuk mencari mesin ATM. Iseng saya bertanya "Kamu datang bulan tanggal berapa?" karena memang biasanya saya selalu mencatat di HP kapan istri datang bulan. Concern saya adalah saya sedang menjalani latihan terbang yang tidak tentu jadwalnya, maka akan sulit sekali untuk bertemu masa subur, ditambah sejarahnya kami memang sudah 2 tahun 9 bulan menanti buah hati. "Belum nih" jawab dia, wah udah jauh nih pikir saya. Langsung bergegas saya dan istri membeli test pack sebanyak dua jenis dengan merk yang berbeda.



Jantung ini rasanya kaya mau copot, lebih ngebut dari biasanya, bahkan mengalahkan perasaan senang penerbangan pertama saya begitu melihat 2 garis di test pack. "Ya Allah engkau mengabulkan permintaanku satu lagi ya Alahh, terima kasih ya Allah ya Gusti Pangeran" dalam hati saya berucap syukur sembari mata berkaca-kaca bahagia. Setelah bertahun-tahun saya struggling untuk menyinkronkan pernikahan yang dulu hampir tamat sebelum dimulai ini, akhirnya diriMu ya Allah memberikan waktu rehat sebentar untuk bersuka lega.

Bahagia? nanti dulu

Raut mukanya juga tersirat rasa bahagia, walau dia sedikit menutupi dan saya mengerti kenapa dia hanya tersenyum-tersenyum kecil saja. Pertama, memang dia aneh! Egois, introvert dan ga pernah meluapkan emosi positifnya secara berlebihan, okelah ini sehari-hari udah kenyang. Kedua, karena dia takut untuk terlalu bahagia, yang kedua saya sangat mengerti karena istriku sudah kenyang yang namanya ekspektasi bualan oleh keadaan disekitarnya. But i love her anyway, my high school sweetheart sebentar lagi menjadi seorang ibu. Agak takut pasti, bisa atau engga ya saya dan dia menjadi orang tua dan lain-lain sempat terlintas di otak, manusiawi dan untungnya tertutup oleh rasa bahagia.

"Tapi kemarin aku keluar darah waktu di jepang" Waduh apalagi nih pikir saya, sekalian deh cek pertama sekalian bertanya dan lain-lain ke dokter karena tersirat saya pernah membaca ketika pembuahan terjadi memang terjadi flek pertama, tapi flek bukan pendarahan. Sesampainya kami ke RSIA Buah Hati di ciputat ~ kebetulan ini yang paling dekat dengan rumah ibu mertua ~ kami bertemu dokter, periksa periksa, dokter cek USG dan transvagina, mukanya kok agak asem. "Tan, gwa ga nemu kantongnya nih" harusnya kalau 5 minggu udah keliatan tan" Waduh, makin panik nih! Apa istri keguguran atau emang belum muncul, SOP-nya harus nunggu 2 minggu lalu balik lagi. Oke deh, akhirnya kami ga mau nelen mentah-mentah langsung keluar dari rumah sakit kita ke RS yang lain kali ini disamping UIN ciputat. Dan hasilnya, sama persis!

Kehamilan ektopik 19.7 terjadi dalam 1000 kehamilan, berarti sekitar 0.2% [1]. Persentase ini terjadi untuk daerah amerika utara. Untuk negara berkembang seperti Indonesia tentu angkanya lebih tinggi.
Dua minggu berlalu, termasuk dua minggu yang paling lama dalam hidup saya. Psosisi kami di bandung, dan kali ini istri semakin deras fleknya, keluar terus ga berhenti-berhenti selama lebih dari 3 hari. Kami berdua stress tapi kali ini dia tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya, nangis terus hampir setiap teringat si jabang bayi. "Salahku apa ya?" "Kok bisa kaya gini ya?" jujur disitu saya juga sedih, sedih banget malah, tapi saya sudah pasrah jika memang belum diparengi sing maha adil, yasudah, case close! Browsing sini browsing sana, ke RS limijati, ke klinik murahan di pasar, bahkan ke dokter paling pinter di RSIA paling terkenal di Bandung juga tidak membawa kabar baik, alias masih belum nemu penyebabnya apa. Long story short kami cek dokter untuk yang terahir kalinya, seingat saya dokter ke 6, beliau praktek di daerah cilaki, Bandung. Dr Maximus Mudjur SpOG, mudah-mudahan semujur namanya pikir saya waktu itu. Beliau sempat marah ke saya kok saya ga nyatat tanggal mensnya, jadi ingat ya bapak-bapak yang bertugas mencatat itu bukan hanya pihak istri tapi juga pihak suami, agar ga complicated kaya saya. Tidak lama selesai beliau marah-marah, raut muka beliau tambah serius, say ga nemu dan kalau gejalanya kaya gini saya takut ini dan hampir 90% ini kehamilan ektopik atau kehamilah di luar kandungan. Kalau ga cepat-cepat diatasi ini bisa menyebabkan tuba falopi calon ibu diangkat, dan lebih parahnya kematian. MATI GA LU!! dengar berita kaya gitu ngeper langsung kita orang punya nyali. Apalagi ini? sedikit saya bergumam, ya Allah kirain keguguran biasa atau BO ternyata ada tambahan ujian lagi toh dari engkau ya Maha Besar. Oke deh, mau ga mau harus dilalui.

Lebih lanjut tentang kehamilan ektopik

Kehamilan ektopik 19.7 terjadi dalam 1000 kehamilan, berarti sekitar 0.2% [1]. Persentase ini terjadi untuk daerah amerika utara. Untuk negara berkembang seperti Indonesia tentu angkanya lebih tinggi. Yang jadi masalah adalah angka kematian ibu yang terjadi di semester pertama yang disebabkan oleh kehamilan ektopik ini masih paling tinggi[1]. Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di tuba falopi, liat gambar untuk melihat letak tuba falopi dimana dan sebesar apa.

Nah, mungkin sekarang anda sudah bisa membayangkan ketika sperma sudah bertemu sel telur lalu terjadi pembuahan, hasil pembuahan ini seharusnya lari keluar melalui tuba falopi, namun karena satu dan lain hal calon bayi ini tidak bisa lolos menuju ke rahim calon ibu. Gampangnya, nyangkut di saluran yang kecil itu. Anda bisa membayangkan calon bayi yang dari hari ke harinya semakin besar akan menyebabkan kerusakan pada tuba falopi. Ibarat batu nyangkut di selang, tapi makin lama batunya makin besar, maka apa yang terjadi? PECAH! nah pecahnya tuba falopi ini dapat menyebabkan calon ibu kehilangan kesadaran karena internal bleeding yang konon katanya bisa sampai 2 liter darahnya. Setelah pingsan normalnya orang masih tidak sadar bahwa kondisi mereka sudah pada tahap kehamilan ektopik terganggu (KET). Ketika kehamilan ektopik sudah masuk pada tahap kehamilan ektopik terganggu maka nyawa ibu dipertaruhkan karena normalnya calon ibu yang baru pertama kali hamil (first time pregnancy) tidak memiliki pengalaman untuk ini karena belum pernah dan karena belum pernah mereka berfikir ini normal-normal saja seperti mual dan muntah dan sakit perut. Harap dicatat, mual muntah memang normal pada kehamilan tapi sakit perut melilit di area bawah dan pingsan, nanti dulu.

Ciri-ciri kehamilan ektopik bisa dilihat dari kejadian-kejadian berikut:
  • Sakit perut seperti ada yang mengganjal di area bawah perut semakin hari semakin ditusuk-tusuk.
  • Keliyengan, bahasa jawa untuk orang yang kekurangan darah.
  • Lemas, karena terkadang banyak darah yang keluar.
  • SYOK, hingga pingsan. 


Kenapa harus saya?

Pasti hal tersebut terlintas di pikiran penderita, namun bersikap tenang adalah yang terbaik, karena penderita tidak sendiri dalam menjalani hal ini. Banyak juga yang akhirnya selamat tanpa harus melakukan proses pengangkatan tuba falopi. Dukungan dari pihak keluarga juga sangat penting. Tanpa maksud melebih-lebihkan perasaan seorang wanita yang tuba falopinya diangkat apalagi belum diberikan kesempatan untuk mempunyai buah hati sebelumnya pastilah hancur. Dampak psikologi-nya jauh lebih besar dibanding luka sayatan kecil operasi di perut calon ibu. Tidak sedikit yang akhirnya semakin sulit mendapatkan calon buah hati setelah kejadian tersebut, dikarenan beban pikiran yang terkristalisasi menjadi stress yang berlebihan, bukankah stress adalah salah satu faktor terbesar infertility dari kedua belah pihak. Terkadang faktor why me harus secapt mungkin hilang dari pikiran, ditilik lebih lanjut memang inilah kuasa tuhan. Sampai hari ini pun dunia medis barat hanya bisa menganalisa faktor-faktor yang dapat memperbesar persentase kehamilan ektopik bagi calon ibu, diantaranya adalah [2]:
  • Memilki riwayat ektopik. Kemungkinan terbesar terkena kehamilan ektopik adalah jika sebelumnya pernah mengalaminya. Bukan berarti And atak bisa mengalami kehamilan normal, tapi risiko terjadi kembali harus diwaspadai.
  • Pelvic Inflammatory Disease (PID). Penyakit ini sering disebut dengan penyakit radang panggul dan disebabkan oleh infeksi akibat penyakit menular seksual. Infeksi menular seksual pun dapat meningkatkan risiko kehamilan ektopik.
  • Masalah kesuburan. Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan antara kesulitan mempunyai keturunan dengan penggunaan obat kesuburan dan kehamilan ektopik.
  • Kelainan bentuk. Kehamilan ektopik biasanya akan meninggalkan tuba falopi dalam keadaan yang rusak , bahkan para dokter biasanya akan melakukan operasi untuk merekonstruksi atau memperbaiki bentuk dari tuba falopi. Namun, perbaikan tersebut justru bisa meningkatkan risiko kehamilan ektopik terulang kembali.
  • Alat kontrasepsi. Pemilihan alat kontrasepsi yang kurang tepat pun bisa menimbulkan risiko kehamilan ektopik.


Penanganannya gimana?

Setelah anda mengetahui risiko-risikonya lalu bagaimana cara penanganan dari kehamilan ektopik itu sendiri, kebetulan istri saya karena kehamilan ektopiknya masih tergolong muda isitlahnya KEBT (Kehamilan Ektopik Belum Terganggu) maka sampai saat tulisan ini ditulis masih menjalani terapi MTX sehingga diharapkan ketika terapi selesai janin akan terserap oleh tubuh sang ibu. Terapi MTX ini memiliki resiko yang tergolong kecil dan plus poinnya jika terapi MTX ini berhasil adalah tidak perlu adanya operasi pengangkatan tuba falopi.

Ada beberapa cara dalam penanganan kehamilan ektopik terganggu maupun belum terganggu, yang saya ingat adalah:

  • Terapi MTX
  • Operasi Kecil
  • Operasi Besar

Lebih lengkapnya akan saya tulis besok sekalian merapikan artikel ini untuk informasi ibu-ibu atau bapak-bapak yang membutuhkan. This is suck i know, but we as a parent must face it anyway..

Good Luck
Referensi:
[1] http://www.aafp.org/afp/2000/0215/p1080.html
[2] http://meetdoctor.com/mobile/article/tanda-tanda-kehamilan-ektopik-terganggu